Tujuan Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK) di Indonesia adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia masih sangat memerlukan campur tangan semua pihak untuk meningkatkan mutu.
Demikian ditegaskan Dirjen PAUD dan Dikmas Harris Iskandar, saat menutup kegiatan Sosialisasi Kerja Sama Program PAUD dan Dikmas Tahun 2016, di Hotel Lorin New Kuta, Bali, 18 Maret 2016.“Kehadiran SPK bukan sekadar untuk ‘menghibur’ keluarga asing yang tinggal di Indonesia. SPK lahir untuk meningkatkan mutu sistem pendidikan yang ada di Indonesia,” tegas Harris. Soal peningkatan mutu pendidikan, Ditjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka diri bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Jadi meskipun ada kurikulum pendidikan nasional, namun tak menutup kemungkinan penerapan berbagai macam kurikulum, termasuk berbagai strategi, dan metode yang diadopsi dari dunia luar.
“Mutu pendidikan harus kita usung. Lakukan yang terbaik untuk meningkatkannya. Di era globalisasi, untuk mendidik satu orang itu perlu masukan dari seluruh dunia,” kata dia. Selain soal mutu, Harris juga mengingatkan para penyelenggara SPK tentang fungsi pendidikan di Indonesia. Sesuai amanat konstitusi, fungsi pendidikan di Indonesia adalah sosial. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia bersifat nonprofit. “Jadi kalau ada yang berharap kaya dari penyelenggaraan pendidikan, itu salah alamat,” tegas Harris.
Akreditasi
Meski bersifat nonprofit, setiap penyelenggara pendidikan wajib menjamin mutu penyeleggaraan pendidikan. Soal ini, pemerintah telah menerapkan akreditasi. Melalui Badan Akreditasi Nasional (BAN) pemerintah berupaya meningkatkan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Harris menegaskan, satuan pendidikan harus memersiapkan diri untuk melakukan akreditasi. Bahkan, akredistasi harus menjadi bagian dari strategi internal dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Harris mengingatkan, selain memenuhi akreditasi eksternal oleh BAN, penyelenggara satuan pendidikan juga harus menerapkan akreditasi internal melalui penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Penjaminan mutu ini dilakukan sendiri oleh penyelenggara satuan pendidikan dengan menggunakan instrumen yang sama dengan yang digunakan oleh BAN.
Langkah tersebut menjadi bagian dari solusi untuk persoalan akreditasi yang masih mewarnai penyelenggaraan Satuan Pendidikan Kerja Sama. “Dari 147 SPK yang tersebar di Indonesia, sampai 2016 ini baru 4 SPK yang sudah terakreditasi. Ini adalah masalah yang harus segera diselesaikan,” kata dia.
Ke depan, Harris menegaskan, semua SPK harus terakreditasi. Karena misi utamanya adalah mutu, akreditasi harus menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan SPK. Bahkan idealnya akreditasi itu bukan hanya dari BAN melainkan juga dari lembaga akreditasi internasional. “Bila hal ini dapat terwujud, maka SPK dapat menjadi contoh baik bagi satuan pendidikan di Indonesia,” kata dia.
Hal berikutnya yang harus dilakukan oleh SPK adalah menularkan contoh baik kepada satuan pendidikan lokal. Harris mengingatkan agar SPK jangan ingin pintar sendiri. Sebaliknya mau menularkan contoh baik sebagai kewajiban moral. Harris juga berharap SPK mau mengembangkan pendidikan di daerah-daerah belum tersentuh oleh pemerintah. “SPK harus memihak pada kepentingan Merah Putih,” tegasnya.
No comments:
Post a Comment